BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Proses
pendidikan berlangsung melalui tahapan-tahapan berkesinambungan dan sistemik
oleh karena itu bisa berlangsung dalam semua situasi kondisi, di semua
lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat). Pendidikan
sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian siswa (Tritarahardja & La Sulo, 2005:34).
Pendidikan
merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sebagai suatu
peristiwa yang memiliki norma menurut ukuran normatif (Sardiman,
2007:13). Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam
pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap
jenis dan jenjang pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan
yang integral.
Slameto,
sebagaimana dikutip oleh Djamarah (2008:13), belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan
perilaku manusia dan ia mencakup yang dipikirkan dan dikerjakan (Anni, 2006:2).
Perubahan yang dipikirkan dalam artian adalah perubahan pola pikir manusia,
sedangkan perubahan yang dikerjakan adalah perubahan sikap manusia.
Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar (Anni, 2006:5). Hasil belajar siswa tidaklah sama,
ada yang baik dan ada yang kurang baik. Kebanyakan siswa mengalami masalah
dalam belajar, sehingga masalah tersebut berdampak terhadap hasil belajar siswa
yang rendah.
Faktor
Ekstern yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya yaitu faktor model
pembelajaran. Menurut Arends, sebagaimana dikutip oleh Suprijono (2009:46),
model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Selain siswa, unsur terpenting
yang ada dalam kegiatan pembelajaran adalah guru. Seorang guru dalam
menyampaikan materi perlu memilih model yang sesuai dengan keadaan kelas atau
siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan. Model
mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi hasil belajar siswa menjadi
kurang baik pula. Misalkan guru kesehariannya dalam mengajar biasa menggunakan
model ceramah, siswa akan menjadi bosan, mengantuk, hanya mencatat, akhirnya
siswa menjadi pasif. Jelaslah bahwa model pembelajaran itu mempengaruhi hasil
belajar. Oleh karena itu, seorang guru harus yang progresif berani mencoba
model-model pembelajaran yang baru untuk meningkatkan keaktifan siswa.
Dalam
kegiatan belajar mengajar, seorang guru sebaiknya memposisikan seorang siswa
sebagai insan yang perlu dihargai potensinya, sehingga hendaknya seorang siswa
diberi kesempatan untuk aktif sehingga dapat mengembangkan potensinya. Maka
dari itu, proses belajar mengajar perlu suasana yang akrab, terbuka dan saling
menghargai.
Pendidikan
Agama Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus
dengan dasar iman yang benar. Proses belajar mengajar yang alkitabiah, dengan
kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen juga
merupakan suatu usaha untuk membimbing setiap pribadi bertumbuh sesuai dengan
dasar kristen melalui cara-cara mengajar yang cocok agar mengetahui dan
mengalami maksud dan rencana Allah (Roma
8:29). Untuk mewujudkan hal tersebut maka guru diharapakn mampu menggunakan
model pembelajaran yang membuat siswa aktif dan memudahkan siswa untuk memahami
materi. Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, guru perlu menggunakan model
pembelajaran yang bervariasi untuk memudahkan siswa belajar pendidikan agama
Kristen yang tentunya disesuaikan dengan kondisi siswa dan kondisi materi yang
akan diajarkan sehingga diharapkan hasil belajar siswa baik.
Hasil
belajar SMP Negeri 1 Doloksanggul kelas VIII dilihat dari hasil nilai ulangan
harian didapatkan banyak siswa yang tidak tuntas dengan Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) dan ketuntasan belajar belum memenuhi. KKM disekolah tersebut
yaitu 70 dan ketuntasan belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan
perilaku kurang lebih 75% (Mulyasa, 2009:218). Hasil observasi diperoleh nilai
ulangan harian kelas VIII yang berjumlah 30 siswa, yang tidak tuntas dalam
belajar berjumlah 11 siswa dengan presentase ketuntasan 62,1 %. Berdasarkan
uraian tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar pendidikan agama Kristen siswa SMP
Negeri 1 Doloksanggul kurang baik. Setelah dilaksanakan wawancara dan
pengamatan dilapangan, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu
antara lain: banyaknya siswa yang pasif baik dalam bertanya maupun dalam
menjawab pertanyaan, model pembelajaran guru yang kurang sesuai dengan situasi
dan kondisi siswa, tidak adanya penilaian terhadap tugas.
Pada
umumnya siswa menganggap pelajaran agama adalah pelajaran yang membosankan,
sehingga menjadikan siswa pasif dalam pembelajaran dan hasil belajarnya kurang
baik. Kepasifan itu pun salah satunya dikarenakan model pembelajaran yang
digunakan guru bersifat monoton, guru sering menggunakan model ceramah tanpa
melibatkan keaktifan siswa. Selain itu, setiap ada penugasan baik tugas rumah
maupun tugas sekolah tidak ada penilaian oleh guru. Tidak adanya penilaian
terhadap tugas-tugas tersebut mengakibatkan siswa pasif, karena mereka merasa
tidak penting belajar dan mengerjakan tugas kalau tidak dinilai.
Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran
yang melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pendidikan agama
Kristen, sehingga diharapkan siswa merasa dihargai, dapat mengembangkan potensi
karena adanya timbal balik/komunikasi dua arah antara guru dan siswa dan hasil
belajar siswa menjadi lebih baik. Jadi model pembelajaran yang digunakan setiap
pertemuan tidak monoton hanya ceramah, tanya jawab, penugasan, dll. Akan
tetapi, dalam setiap pertemuan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi,
yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa dan materi.
Berdasarkan
latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan penelitian yang berjudul “Meningkatkan
Hasil Belajar Pendidikan Agama Kristen Dengan Penerapan Model Pembelajaran Student
Facilitator and Explaining (SFAE) Siswa Kelas VIII SMP Negeri Tahun Pelajaran 2017/2018”.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian
ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui apakah penerapan model
pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFAE) dapat
meningkatkan hasil belajar agama Kristen kelas VIII SMP Negeri 1 Tahun Pelajaran 2017/2018?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan hasil belajar agama Kristen kelas VIII
SMP Negeri 1 melalui penerapan model pembelajaran Student
Facilitator and Explaining (SFAE).
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi guru
Sebagai
masukan atau alternatif untuk memvariasikan model pembelajaran.
b. Bagi peneliti
Mendapat
pengalaman langsung dalam pelaksanaan model pembelajaran, menambah mengetahuan
dalam bidang pendidikan dan sebagai persyaratan (unsur utama) untuk kenaikan
pangkat jabatan fungsional tertentu dari golongan IIIc ke Golongan IIId.
1.5 Penegasan Istilah
a. Model pembalajaran Student
Facilitator and Expalining (SFAE)
Model
pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model
pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat
pada rekan peserta didik lainnya.
b. Hasil Belajar
Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007:5). Hasil belajar yang dimaksud disini
meliputi hasil belajar ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Model Pembelajaran Student Facilitator and
Explaining