BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Efektifitas dan
efisiensi belajar dan pembelajaran siswa di sekolah sangat bergantung kepada
peran guru. Guru haruslah mempunyai sikap profesional dalam menjalankan
tugasnya. Dengan adanya guru yang profesional dan berkualitas maka akan mampu menghasilkan
anak bangsa yang berkualitas juga. Kunci yang harus dimiliki oleh setiap guru
adalah kompetensi. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru menyatakan bahwa kompetensi
yang harus dimiliki guru ada 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,
dan kompetensi sosial.
Kompetensi
sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru melalui cara
yang baik dalam berinteraksi dengan siswa, wali siswa, dan masyarakat. Sudah
seharusnya seorang guru dapat menciptakan interaksi yang baik dengan siswa di
kelas, sebab peranan guru sangat dibutuhkan dalam perubahan tingkah laku siswa
yang mencakup tiga aspek, yaitu aspek sikap (afektif), pengetahuan (kognitif),
dan ketrampilan (psikomotorik).
Dari berbagai
bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja, ada istilah
interaksi edukatif. Interaksi edukatif ini adalah interaksi yang berlangsung
dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu,
interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain. Dalam arti
yang lebih spesifik pada bidang pengajaran, dikenal adanya istilah interaksi
belajar-mengajar. Dengan kata lain apa yang dinamakan interaksi edukatif,
secara khusus adalah sebagai interaksi belajar-mengajar (Sardiman, 2004: 1).
Kegiatan belajar
mengajar merupakan suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna
mentransfer ilmu kepada siswa. Guru yang mengajar dan siswalah yang belajar.
Perpaduan dari kedua unsur manusiawi inilah yang kemudian melahirkan interaksi
edukatif dengan memanfaatkan materi sebagai medianya. Permasalahan yang sering
terjadi di dalam proses pembelajaran ini
adalah masih banyak guru-guru yang melakukan
bentuk interaksi belajar mengajar berjalan secara searah di sekolah.
Dalam hal ini fungsi dan peranan guru menjadi amat dominan. Di lain pihak,
siswa hanya mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya,
tanpa diberikan kesempatan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya di
kelas. Kondisi yang demikian menjadikan proses pembelajaran tidak proporsional,
akibatnya guru sangat aktif dan siswa menjadi pasif dan tidak kreatif.
Dengan adanya
relasi guru dengan siswa yang baik, maka akan timbul rasa suka siswa terhadap
gurunya, sehingga tanpa disadari muncul
pula ketertarikan siswa pada mata pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
Ketertarikan pada mata pelajaran itulah yang membuat siswa mempelajari
pelajaran dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, guru yang kurang berinteraksi dengan
siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar mengajar berjalan kurang
maksimal sehingga siswa merasa ada jarak jauh antara dirinya dengan gurunya
sehingga siswa tidak berpartisipasi secara aktif dalam belajar.
Dengan demikian,
guru haruslah mampu membangkitkan minat belajar siswanya melalui interaksi
edukatif dalam proses pembelajaran. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap
belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan siswa
maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak adanya daya
tarik baginya.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan
ini dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul “Hubungan Interaksi
Edukatif Guru dengan Siswa terhadap Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Kristen Kelas VI Tahun Pelajaran 2015/2016”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar